Lahirnya
Pasal Kumpul Kebo dalam RKUHP Untuk Mencapai Tujuan Pembaharuan Hukum Pidana
yang Lebih Baik
Oleh
Empindonta
Ramadhan Tarigan, S.H
Mahasiswa
Pascasarjana Ilmu Hukum USU
Kumpul kebo atau kohabitasi adalah hidup bersama sebagai suami istri di luar
pernikahan. Istilah kumpul kebo umumnya digunakan saat dua orang belum menikah
hidup bersama dan terlibat dalam hubungan romantis atau intim. Mereka biasanya
melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dalam jangka panjang atau
permanen. Kumpul kebo mulai marak dijumpai di negara-negara Barat sejak akhir
abad ke-20, didorong oleh adanya perubahan pandangan sosial, terutama mengenai
pernikahan, peran gender dan agama. Saat ini, kumpul kebo di beberapa wilayah
dan budaya sering menjadi bagian dari proses pacaran.
Jika dilihat begitu maraknya terjadi kumpul kebo di Indonesia ini, yang
dilakukan oleh orang-orang yang statusnya bukan suami istri, namun karna pada
KUHP Belanda yang dipakai Indonesia tidak ada aturan hukum yang mengaturmya
sehingga masyarakat tidak jera untuk melakukan perbuatan ini, walaupu jelas
sudah melanggar norma agama salah satunya. Tentunya agama melarang atas
perbuatan kumpul kebo ini sebagaimana yang terdapat dalam. QS. Al.Isra: 32, dan
janganlah kamu mendekati zina, sunggah zina itu merupakan perbuatan keji dan
suatu jalan yang buruk.
Kumpul kebo menjadi
salah satu perbuatan
yang dikriminalisasikan ke
dalam Rancangan KUHP sebagai
bentuk perluasan dari
delik kesusilaan dalam
KUHP yang saat ini
masih berlaku. Pencantuman
kumpul kebo sebagai
suatu delik menjadikan berbagai pendapat
mengalir terhadap upaya
kriminalisasi kumpul kebo
ke dalam Konsep RUU
KUHP. Sehubungan dengan
dimasukkannya kumpul kebo
ke dalam RKUHP tersebut.
Secara yuridis hukum pidana yang berlaku di Indonesia dewasa ini
belum ada ketegasan
aturan mengenai orang
yang melakukan hubungan badan diluar perkawinan yang sah
atau kedua belah pihak tidak diikat oleh perkawinan dengan orang
lain serta dilakukan
tanpa adanya paksaan
atau secara sukarela. Menghadapi polemik
yang demikian, beberapa
pihak memberikan masukan
dan mengusulkan agar keberadaan
tindak pidana seksual
seperti kumpul kebo
dilarang dan diberikan sanksi tegas
berupa penetapan sanksi
pidana. Beberapa alasan
yang menyebabkan orang melakukan
praktik “kumpul kebo”, yaitu atas dasar
ketidaksiapan mental dalam menjalani
pernikahan, nafsu yang
tidak dapat ditahan,
pengaruh lingkungan sekitar bahkan
karena permasalahan keuangan.
Seperti demi menghemat pengeluaran para muda-mudi yang
bersekolah di luar kota jauh dari orangtua kemudian lebih memilih
tinggal bersama pacarnya.
Para pelaku kumpul
kebo memilikikepercayaan bahwa
pacaran yang mereka
lakukan memiliki derajat
atau status yang lebih
tinggi dari pacaran
biasa karena yang
mereka lakukan bukan
hanya kencan dan makan
bersama saja, tetapi
juga melakukan semua
kegiatan bersama.
Perbuatan yang dapat merusak moral anak bangsa ini, sungguh halnya sama
dengan pergaulan bebas, yang dimana para remaja tinggal satu rumah atau pada
hal belum ada ikatan pernikahan di antara mereka).Perilaku kumpul
kebo (samen leven) merupakan
suatu perbuatan yang
memiliki ruang lingkup lebih
luas daripada zinah (adultery) atau
perbuatan cabul lainnya. Perbuatan yang dapat merusak moral
generasi bangsa ini sungguh sama halnya dengan perilaku pergaulan
bebas yang dilakukan
oleh remaja atau
sepasang muda-mudi yang melakukan perbuatan
cabul tanpa ikatan
perkawinan yang sah.
Perbuatan tinggal bersama di
kos-kosan dan di kontrakan tanpa pernikahan dan paksaan inilah yang belum
diatur dalam KUHP.
Kasus pergaulan bebas
di kalangan masyarakat (khususnya
yang dilakukan oleh
para remaja).
Sebgaimana halnya tujuan pembaharuan hukum pidana yaitu untuk
menciptakan hukum yang lebih baik lagi, yang dimana hukum tersebut mengikuti
perkembangan masyarakat, menciptakan keadilan dan ketertiban bagi sekuruh
masyarakat Indonesia, Upaya melakukan pembaharuan hukum pidana, pada hakikatnya
termasuk bidang kebijakan hukum pidana yang merupakan bagian dan terkait erat
dengan kebijakan penegakan hukum, kebijakan kriminal dan kebijakan sosial. Maka
dari itu pembaharuan hukum pidana pada prinsipnya merupakan bagian dari
kebijakan (upaya rasional) untuk memperbaharui substansi hukum dalam rangka
lebih mengefektifkan penegakan hukum, menanggulangi kejahatan dalam rangka
perlindungan masyarakat, serta mengatasi masalah sosial dan masalah kemanusiaan
dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu perlindungan sosial dan
kesejahteraan sosial.
Sebagaimana halnya diketahui akan hadirnya beberapa pasal baru dalam
RKUHP yang akan digunakan 2026 mendatang tentunya akan meminimalisir kasus
kejahatan-kejahatan di Indonesia ini, sebagaimana halnya beberapa kejahatan
yang belum diatur pda KUHP buatan Belanda yang selama ini di gunakan di
Indonesia.
Seperti halnya mengenai kumpul kebo ini, dengan adanya pasal yang
menjelaskan tentang pidana kumpul kebo ini diharapkan dapat meminimalisir
terjadinya kasus kumpul kebo terutama di kalangan para remaja, karena apabila
melakukannya dapat dikenakan sanksi pidana.
Pasal kumpul kebo adalah secara khusus mengatur ketentuan hubungan seks
di luar pernikahan, yang nantinya akan dipidana penjara paling lama 1 tahun.
Pasal kumpul kebo yang disebut sebagai pasal-pasal kontroversial RKUHP ini
termuat dalam Pasal 413 ayat (1) bagian keempat tentang Perzinaan.
“Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan
suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi pasal
413 ayat (1).