PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA PADA KUHP LARANG ZINA KUMPUL- KEBO – OLEH: SONITA SIMBOLON, S.H

  • Whatsapp

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA PADA KUHP
LARANG ZINA KUMPUL- KEBO

OLEH: SONITA SIMBOLON, S.H
MAHASISWI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SONITA SIMBOLON, S.H

Tujuan pembaharuan hukum pidana pada
pokonya merupakan suatu usaha untuk melakukan peninjauan dan pembentukan kembali
(reorientasi dan reformasi) hukum sesuai dengan nilai-nilai umum, sosio-politik,
sosio-filosofik, dan nilai-nilai kultural masyarakat indonesia.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melarang perbuatan zina dan kohabitasi atau
kumpul kebo. 
Ketentuan soal perzinaan diatur dalam Pasal 411 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Pelaku diancam dengan denda kategori II setara Rp10 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KUHP “Setiap orang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi pasal 411 ayat (1) KUHP Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan disidang pengadilan belum`dimulai. 
Sementara itu, larangan kumpul kebo dicantumkan pada Pasal 412 KUHP. Pelaku kumpul kebo diancam hukuman penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp10 juta.


“Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar
perkawinan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” bunyi Pasal 412
ayat (1) KUHP.

Dua
pasal itu menegaskan pidana zina dan kumpul kebo adalah delik aduan. Artinya,
tindakan tersebut bisa diproses hukum apabila ada aduan dari suami atau istri
bagi orang yang terikat perkawinan. Selain itu, juga bisa dilaporkan orang tua
atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Seperti tindak pidana
zina, pengaduan kumpul kebo juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di
sidang pengadilan belum dimulai. “Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30,”
bunyi Pasal 412 ayat 3 KUHP.

KUHP baru telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan telah diundangkan pada
2 Januari 2023. Undang-undang ini setelah tiga tahun.

Pembaharuan hukum pidana juga mencakup
pada beberapa dan mempertimbangkan masalah- masalah hukum pidana mampu menjaga
keselarasan,
keserasian 
dan
keseimbangan di antara pihak
kepentingan negara,
kepentingan umum dan kepentingan individu;
penggunaan hukum pidana digarapkan
selaras
terhadap tindakan
pencegahan lain yang bersifat non penal;

Hukum pidana dirumuskan untuk dapat meredam
faktor utama yang bersifat kriminogen;

Tindak pidana harus tepat dan teliti dalam menyimpulkan suatu perbuatan yang dilarang; serta diferensiasi prinsip pada kepentingan yang dirusak, perbuatan
yang dilakukan, status pelaku dalam kerangka asas kulpabilitas (suatu perbuatan
pelaku
yang disengaja).

Rancangan
pembaharuan hukum pidana mengatur suatu solusi lain di samping penjatuhan
pidana penjara dan diaturnya suatu tindakan terhadap pencabutan kebebasan
pidana terhadap pelaku. Perkembangannya, dapat terjadi permasalahan mengenai
persoalan solusi penjatuhan pidana, karena merupakan masalah yang sangat
sentral dalam penjatuhan sanksi pidana.

Alternatif penjatuhan pidana penjara merupakan
suatu langkah yang harus dilakukan, dalam penerapannya merugikan para pihak,
baik itu kerugian yang bersifat praktis maupun kerugian yang bersifat
filosofis. Pembaharuan hukum pidana meliputi suatu pidana pengawasan dan pidana
kerja sosial yang merupakan suatu jenis pokok pembahasan baru dalam
pembaharuannya, yaitu dimana pidana ini dijadikan alternatif pilihan atas
pidana selain penjara.

Hal
tersebut sesuai dengan hukum pidana modern yang mensyaratkan adanya kebebasan
bagi hakim dalam memberi dan menjatuhkan sanksi yang akan diberikan untuk orang
yang bersangkutan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *